Ini menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang bagaimana kejadian yang sebenarnya ketika pesawat berpenumpang 162 orang itu jatuh ke laut. Apakah pesawat berhasil mendarat di laut? Apakah para penumpang sempat selamat? Lalu memakai jaket pelampung? Lalu menurunkan tangga darurat? Semua jawaban dari pertanyaan itu masih menjadi misteri selama black box belum ditemukan untuk dapat diteliti lebih lanjut.
Kebenaran soal jatuhnya pesawat rute Surabaya-Singapura itu baru bisa diungkap melalui black box atau kotak hitam yang terdiri dari cockpit voice recorders (CVR) atau percakapan di kokpit dan flight data recorder (FRD) atau rekaman data penerbangan.
Satu pertanyaan besar yang belum terjawab adalah mengapa pesawat yang mengangkut 162 orang tersebut bisa jatuh ke perairan Selat Karimata, antara Pulau Belitung-Sumatera dan Pulau Kalimantan tak ada sinyal darurat (distress call) atau ELT (emergency locator transmitter) yang dipancarkan? (dengarkan contoh sinyal ELT disini) Tiada petunjuk, hanya ada perairan luas untuk disisir dan beragam tanda tanya besar.
Banyak analisis yang mencuat dari ahli penerbangan. Tapi satu yang pasti. Kebenaran soal jatuhnya pesawat rute Surabaya-Singapura itu baru bisa diungkap melalui black box atau kotak hitam yang terdiri dari cockpit voice recorders (CVR) atau percakapan di kokpit dan flight data recorder (FRD) atau rekaman data penerbangan.
Berikut 6 teori jatuhnya AirAsia QZ8501, seperti dimuat News.com.au, Sabtu (3/1/2015) via liputan6.com.
1. Mendarat Mulus di Laut
airasia QZ 8501 landing on the sea water
AirAsia landing on the sea (gambar illustrasi)
Sejumlah ahli menduga bahwa pesawat AirAsia QZ8501 bisa jadi berhasil melakukan pendaratan darurat diatas laut dengan selamat. Jika pesawat berhasil mendarat darurat diatas air dan badan pesawat tidak ada yang retak atau pecah, maka pesawat akan dapat tetap mengapung dipermukaan air dan tak akan tenggelam karena ruang kabin kedap udara.
Dugaan ini berasal dari jasad-jasad korban beserta serpihan pesawat QZ8510 yang berhasil dikumpulkan oleh tim BASARNAS. Ditemukan ada 3 penumpang yang masih bergandengan tangan pada pencarian dihari ketiga (Selasa 30/12/2014).
Lalu, tim SAR telah mendapatkan satu jasad yang masih mengenakan pelampung yang ditemukan oleh kapal Malaysia KD Lekir pada pencarian hari kelima (Kamis 01/01/2015), bahkan ada evacuation slide (tangga darurat) untuk turun penumpang juga telah ditemukan.
kursi penumpang AirAsia QZ8501 berisi tiga kursi
Sederat kursi pemunpang yang tadinya terdapat tiga jasad korban Air Asia QZ8501 (foto: detik)
Kemudian, juga ditemukan sederet (3 orang) jasad yang masih duduk dibangku kabin pesawat pada pencarian dihari keenam (Jum’at 02/01/2015) yang awalnya dilihat oleh pesawat P3-C Orion KN-01 milik Korea Selatan, yang lalu direspon oleh KR Bung Tomo.
Lalu sorenya masih dihari yang sama (Jum’at 02/01/2015), ada lagi 2 jasad yang mengapung bersama dengan kursinya. Semua jasad dari kedua penemuan berikut kedua bangku itu dievakuasi oleh KRI Bung Tomo. Jadi ada 5 jenazah masih terikat di kursi pesawat.
Lagi, pada pencarian dihari kesembilan (Senin 05/01/2015) tim SAR juga menemukan hal yang serupa, 3 jasad yang masih duduk dibangku kabin pesawat. (baca kisah evakuasi AirAsia QZ8501, TIMELINE: Persiapan, Pencarian, Penemuan, Pengangkatan Puing (Air Asia QZ-8501 PART-4)
Bisa jadi ketika pesawat mendarat darurat, badan pesawat pecah namun tak semua penumpang meninggal dunia. Namun jika pesawat retak atau pecah, maka penyelamatan harus cepat apalagi dalam badai ditengah laut menjadikan sangat tipis peluang mereka untuk dapat bertahan hidup, kecuali permukaan air tenang tak berombak besar. Jika mereka tidak segera ditolong maka korban akan kedingian (hypothermia), kelelahan lalu tenggelam.
Air Asia landing mendarat di air spt US air 1549
US Airways Flight 1549, an Airbus A320, floating in the Hudson River after bird strikes caused compressor stalls and complete failure of both engines.
Peristiwa pendaratan darurat diatas air ini pernah dialami oleh US Airways 1549 ketika melakukan pendaratan darurat di atas Sungai Hudson pada 15 Januari 2009 lalu, pukul 15:32 waktu setempat. Kejadian itu berawal akibat gagalnya mesin karena menabrak sekumpulan burung tak lama setelah mengudara atau take off.
Lalu pilot tak sempat lagi untuk kembali ke bandara dan memutuskan untuk mendarat darurat di Sungai Hudson, akhir yang menggembirakan karena semua penumpangnya selamat (lihat kisahnya pada video dibawah halaman).
Kapten pilot Iriyanto yang memiliki pengalaman terbang yang cukup lama diyakini bisa melakukannya tanpa dampak yang signifikan. Namun saat pesawat sudah tiba di laut, ada ombak tinggi dan deras yang menerjang sehingga pesawat tenggelam. Sinyal darurat ELT diduga mati saat pesawat terbang masuk ke dalam air. Namun pendaratan di laut sangat sulit dilakukan karena hanya bisa dilakukan jika air laut tenang.
2. Pesawat Hancur Menghantam Laut
adam air flight 574
Tampak kaca depan cockpit Adam Air 574 jurusan Surabaya-Manado yang gelap, hanya awan tebal yang nampak, ditambah rusaknya sistim navigasi, membuat pilot mengalami disorientasi. (illustrasi dari National Geographic Channel)
Teori lain menyebut pesawat hancur usai menghantam perairan. Hal itu terjadi setelah pesawat terbang diduga jatuh karena aerodynamic stall atau kondisi di mana pesawat terjun bebas akibat tekanan udara yang tidak stabil.
Kejadian ini nyaris mirip Adam Air 574 jurusan Surabaya-Manado yang jatuh menghantam laut setelah tahun baru, 1 Januari 2007. Namun bedanya, tragedi Adam Air bermula atau diawali dari rusaknya alat navigasi dan menyimpang jauh keluar dari jalur penerbangan yang seharusnya.
Maka untuk kembali lagi ke jalur yang benar, ia justru menuju ke sebuah awan comulonimbus yang sangat besar dan masuk ke zona badai petir di dalamnya yang berisi angin kuat dan hujan deras, akibatnya turbulensi hebat pun terjadi.
Karena navigasi FMS (Flight Monitorin System) rusak, akibatnya pilot mematikan auto-pilot ke manual menggunakan IRS (Inertial Reference Systems) atau INS (Nertial Navigation System), adalah sebuah bantuan navigasi yang menggunakan sensor komputer, gerak (accelerometers) dan sensor rotasi (gyroscope) untuk terus menghitung melalui perhitungan mati posisi, orientasi, dan kecepatan (arah dan kecepatan gerakan) dimana pesawat bergerak tanpa perlu referensi eksternal.
adam air 547Tapi mereka tak mengetahuui troubleshooting pesawat secara baik, karena jika auto-pilot dimatikan, maka tampilan pada dashboard pesawat akan mati selama 30 detik untuk re-start.
Nah, pada saat pilot mematikan auto-pilot ke manual menggunakan IRS, merekapun panik karena perangkat mati.
Ditambah pandangan diluar yang gelap akibat sedang berada didalam badai awan comulonimbus, maka pilot juga mengalami disorientasi lalu pesawat terbang miring tanpa mereka sadari, dan kemudian menukik tajam menghujam ke laut dekat kota Majene, Sulawesi Barat. (lihat kisahnya pada video dibawah halaman).
Namun menurut seorang mantan pilot British Airways, Stephen Buzdygan pesawat AirAsia QZ8501 bisa jadi juga mengalami turbulensi yang cukup hebat ketika terkena badai yang berada di dalam awan comulonimbus dan jatuh ke laut. “Pilot sulit mengendalikan pesawat saat kondisi tersebut,” ujar dia kepada Telegraph.
3. Cuaca Ekstrem
air asia 8501 commulonimbus awan komuluonimbus
Pesawat melintas dekat awan commulonimbus
Teori lain menyebut cuaca ekstrem menjadi pemicu jatuhnya pesawat. Diketahui, cuaca di rute AirAsia QZ8501 saat itu sangat buruk dengan adanya awan kumulonimbus yang padat dan berukuran besar.
Ahli penerbangan Neil Hansford menilai menembus awan kumulonimbus (Cb) merupakan langkah diluar perkiraan pilot AirAsia. Kata dia, pilot sudah siap dengan rute ekstrem tersebut, tapi belum tentu siap untuk menembus awan “thunderstorm”, nama lain dari kumulonimbus. (mirip juga seperti Adam Air 574).
“Mungkin ini awan cumulonimbus dengan badai petir yang sangat ekstrem. Sangat jarang ada pesawat yang dirancang bisa melintasi cuaca tersebut,” kata Neil kepada Nine News. Sebelumnya diketahui, pilot AirAsia sempat meminta untuk bergeser ke kiri dan naik ke atas. Diduga untuk menghindari awan kumulonimbus. Namun pihak ATC dikabarkan tak mengizinkan naik ke atas karena ada pesawat lain yang melintas.
4. Ketinggian Ekstrem
Air Asia 8501 jatuh karena badai diawan Cumulonimbus
Pesawat menukik
Terkait permintaan pilot untuk naik ketinggian demi menghindari cuaca buruk, maka muncul dugaan bahwa pesawat berada pada ketinggian yang ekstrem dalam waktu singkat. Misal naik 6.000-9000 meter per menit yang membuat pesawat menjadi tak terkendali dan justru jatuh menukik.
Namun menurut Direktur Perusahaan Konsultan Penerbangan Ailevon Pacific, Oliver Lamb, hal itu sangat tidak mungkin. “Butuh energi lebih jika harus naik ke ketinggian ekstrem. Jika hal itu benar terjadi, aku tak pernah menyangka ada pesawat bisa seperti itu,” terangnya.
Namun perlu diketahui pula, bahwa Airbus jenis A320 Air Asia ini sedang terbang dibawah peringatan dari European Aviation Safety Agency (EASA) yang memperingatkan seluruh maskapai di dunia yang menggunakan pesawat Airbus tipe tertentu agar mewaspadai potensi pesawat lepas kendali ketika menanjak (stall warning).
Dokumen itu dirilis pada 10 Desember 2014 dengan nomer dokumen AD #: 2014-25-51, ditujukan kepada seluruh pemilik Airlines. (baca: Misteri-Misteri Seputar Pesawat (Air Asia QZ-8501 PART-2), dan lihat pada point nomer 5.
5. Catastrophic Metal Fatigue
Spekulasi lain menduga pesawat AirAsia QZ8501 mengalami fenomena ‘catastrophic metal fatigue‘ atau secara harfiah disebut ‘kelelahan logam’ yang terjadi pada logam bagian pesawat dan membuatnya celaka. Kekuatan logam dapat berkurang, contohnya ibarat kawat yang kedua arah yang berlawanan dibengkokkan secara terus-menerus hingga melemah lalu putus, itulah yang disebut ‘kelelahan logam’.
Kejadian ini pernah dialami oleh maskapai Aloha Airlines 243 dengan pesawat Boeing 737 register number N73711 pada tanggal 28 April 1988 lalu akibat lepasnya sepertiga atap dibagian belakang kokpit pesawat.
aloha 243_foto
Aloha Airlines Boeing 737 N73711 sepertiga atap di bagian belakang kokpit lepas akibat scratch atau garis diluar pesawat yang ternyata tanda dari “kelelahan logam”
Walau begitu pesawat yang di ko-piloti oleh seorang wanita ini masih dapat mengudara sekitar 15 menit setelah menukik turun dari ketinggian 24.000 kaki dengan kecepatan sekitar 600 km perjam karena hilangnya dekompresi dikabin pesawat.
Pada saat kejadian berlangsung, para penumpang yang duduk dibagian depan (Kelas-I) tidak mendapatkan tabung oksigan karena selang oksigan dibagian atas telah hilang.
Kejadian itu bermula dari terlihatnya berupa tanda garis sepanjang 10 inchi diluar badan pesawat sekitar 2 meter dekat pintu masuk bagian depan. Oleh para penumpang sebagai saksimata ketika akan memasuiki pesawat, mengira hal biasa yang tak penting.
Mereka mengira garis itu mungkin hanya merupakan cat yang mengelupas dan tak memberitahu kepada krew. Setelah diteliti ternyata logam pada badan pesawat itu telah mengalami “kelelahan logam” atau ‘catastrophic metal fatigue‘. Salah seorang pramugari tersedot keluar pesawat diatas lautan Pasifik dekat Hawaii dan tidak ditemukan mayatnya hingga saat ini. (lihat kisahnya pada video dibawah halaman).
Namun demikian, menurut Direktur Perusahaan Konsultan Penerbangan Ailevon Pacific, Oliver Lamb, pesawat komersial yang digunakan saat ini sudah menjalani perawatan dan uji coba dengan baik. Jadi sangat tidak mungkin hal itu terjadi. “Pesawat yang digunakan juga biasa masih terbilang baru. Setidaknya 7 tahun,” ujar Lamb.
6. Terhempas karena lambatnya laju pesawat
sensor kecepatan dan ketinggian pesawat
Sensor kecepatan dan ketinggian pesawat jika tertutup es (icing) maka indikator akan terganggu dan informasi yang diberikan oleh komputer ke dashboard menjadi salah.
Spekulasi lain terkait jatuhnya AirAsia QZ8501 adalah karena pesawat mengalami mid-air stall hingga membuat pesawat terhempas ke bawah. Menurut Direktur Perusahaan Konsultan Penerbangan Ailevon Pacific, Oliver Lamb, kondisi tersebut karena kapal terbang bergerak begitu lambat.
Hal ini bisa terjadi akibat sensor-sensor dibadan pesawat tertutup es (icing) dan membuat indikator pada dashboard terganggu dan memberikan info yang tak akurat.
Hal ini pernah terjadi pada Air France AF447 yang menghadapi cuaca buruk sebelum jatuh. Pesawat Air France AF447 jatuh karena dipicu lapisan es yang menutupi silinder tipis pesawat pada tahun 2009.
Silinder itu merupakan alat untuk memberitahu pilot seberapa cepat pesawat itu melaju. Akibat sensor diluar badan pesawat tertutup lapisan es, mereka tidak tahu kecepatan pesawat.
Air France AF447
Penyebab berikutnya ialah cara pilot Air France AF447 menangani masalah itu. Pilot memutuskan untuk melambatkan laju pesawat hingga pesawat “mogok” atau nyaris berhenti diudara dan meluncur ke bawah lalu jatuh di Samudera Atlantik dan tenggelam sedalam 4 kilometer! Hal ini mencerminkan bagaimana pilot dan kopilot tidak terlatih untuk menangani situasi seperti itu. (lihat kisahnya pada video dibawah halaman).
Namun menurut Lamb, hal itu mustahil untuk pilot Trianto. “Hal ini sangat mustahil terjadi bagi pilot berpengalaman yang sudah mengetahui kecepatan minimum yang harus ditempuh,” ungkap Lamb. “Pilot AirAsia pasti sudah sangat terlatih. Lamb kembali menegaskan bahwa fakta penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 hanya bisa diungkap berdasarkan black box.
Banyak spekulasi lainnya mengenai kenapa pesawat AirAsia QZ8501 jatuh. Misal, kemungkinan mesin mati karena adanya badai es. Perlu diketahui bahwa mesin jet pesawat tak akan mati akibat butiran es, karena tak pernah ada kejadian pesawat jatuh akibat masalah ini.
(sumber: News.com.au/ telegraph/ liputan6/ Ailevon Pacific/ Wikipedia/ berbagai sumber)
0 komentar :